Yogyakarta (2/10). Sebuah penelitian terbaru yang dipublikasikan dalam Jurnal Internasional Veterinary Quarterly Vol 44 No 1 Tahun 2024 (Jurnal Internasional Best Quartile (Q1), impact factor 7,9) mengungkapkan prevalensi Brucellosis pada ternak di Indonesia sebesar 3,25%. Penelitian ini dilakukan oleh drh M. Rosyid Ridlo, M.Sc., Ph.D., beserta drh. Morsid Andityas, M.Sc., dosen Program Studi Sarjana Terapan Teknologi Veteriner, Departemen Teknologi Hayati dan Veteriner Sekolah Vokasi UGM. Pelaksanaan riset Brucellosis ini merupakan implementasi dari hibah publikasi impact factor tinggi dari Direktorat Penelitian UGM Tahun 2023. Studi ini menggunakan metode meta-analisis untuk mengevaluasi prevalensi brucellosis di berbagai wilayah Indonesia dan memberikan wawasan mendalam tentang tantangan yang dihadapi dalam upaya pengendalian penyakit ini.
Brucellosis, penyakit zoonotik yang mempengaruhi ternak seperti sapi, kambing, dan babi, berdampak signifikan terhadap kesehatan manusia dan hewan. Penyakit ini dapat menyebabkan aborsi pada ternak, menurunkan produktivitas, dan mempengaruhi kesejahteraan peternak di daerah pedesaan. Laju perkembangbiakan hewan ternak sangat tergantung dengan kecepatan dan keberhasilan bereproduksi. Sementara ketika hewan ternak terjangkit penyakit Brucellosis maka akan berpengaruh pada keberhasilan reproduksinya. Gejala yang muncul adalah abortus, keluarnya janin sebelum waktunya dan berakibat pada kematian janin. Hewan jantan yang terserang oleh penyakit Brucellosis dapat berakibat pada peradangan testis hingga infeksi pada testis yang bisa mempengaruhi kualitas sperma. Infeksi Brucellosis pada hewan jantan dan betina akan berdampak pada kualitas kesuburan, lebih lanjut yang perlu diwaspadai penyakit ini merupakan jenis yang dapat menular ke manusia (zoonosis).
Temuan dari studi ini sangat relevan dalam konteks Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Secara khusus, penelitian ini sejalan dengan beberapa SDGs kunci, termasuk SDG 3: Kesehatan dan Kesejahteraan yang Baik. Pengendalian brucellosis secara langsung berkontribusi pada peningkatan kesehatan masyarakat dan ternak. Penyakit ini dapat menular ke manusia melalui produk susu yang tidak dipasteurisasi dan kontak langsung dengan hewan yang terinfeksi, sehingga pengendalian penyakit ini sangat penting untuk mencegah wabah penyakit zoonosis di masyarakat. Lebih lanjut, studi ini menyoroti implikasi ekonomi dari brucellosis, menghubungkannya dengan SDG 1: Tanpa Kemiskinan. Penyakit ini menurunkan produktivitas ternak dan menyebabkan kerugian ekonomi yang signifikan bagi peternak kecil yang seringkali bergantung pada ternak sebagai sumber pendapatan utama. Upaya pengendalian brucellosis dapat membantu mengurangi kemiskinan dengan meningkatkan kesehatan ternak dan, pada gilirannya, meningkatkan pendapatan peternak.
Kegiatan penelitian ini juga merupakan kolaborasi dengan beberapa peneliti dari instansi mitra dalam dan luar negeri. Tim penelitian mitra tersebut adalah drh. Dian Meididewi Nuraini, M.Anim.Sc. (Universitas Sebelas Maret), drh. Handang Widantara, M.Biotech (Badan Riset dan Inovasi Nasional), Dr. Roza Azizah Primatika., S.Si., M.Si (Fakultas Kedokteran Hewan UGM), dan DR. LOONG Shih Keng (Tropical Infectious Diseases Research & Education Centre, Higher Institution Centre of Excellence, Universiti Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia). Kolaborasi penelitian sangat baik untuk dikembangkan untuk menuju pendidikan yang berkualitas. Kerjasama penelitian ini juga akan meningkatkan kualitas dan kuantitas kolaborasi antar universitas. Kedua manfaat ini mencakup dua kriteria dari SDGs, yaitu SDGs No. 4: Pendidikan Bermutu dan No. 17: Kemitraan untuk Mencapai Tujuan.
Berkaitan dengan ketahanan pangan, penelitian ini juga berhubungan erat dengan SDG 2: Tanpa Kelaparan. Melalui pengurangan angka aborsi dan meningkatkan produktivitas ternak, pengendalian brucellosis dapat berkontribusi pada ketahanan pangan. Ternak yang sehat menghasilkan lebih banyak produk susu dan daging, yang penting untuk memastikan akses yang lebih baik terhadap makanan bergizi bagi masyarakat. Selanjutnya, studi ini membahas aspek pertumbuhan ekonomi yang diuraikan dalam SDG 8: Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi. Brucellosis juga merupakan tantangan dalam meningkatkan produktivitas ekonomi di sektor peternakan. Melalui upaya pengendalian yang efektif, Indonesia dapat memperkuat sektor peternakan yang berkelanjutan, menciptakan lapangan kerja yang lebih baik, dan mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah pedesaan.
Penelitian ini menggarisbawahi pentingnya upaya berkelanjutan untuk mengendalikan brucellosis di Indonesia. Pendekatan yang lebih komprehensif dan kolaboratif diperlukan untuk mencapai target bebas brucellosis pada tahun 2025, sejalan dengan agenda SDGs yang lebih luas. Langkah-langkah seperti vaksinasi, peningkatan kesadaran, dan pengawasan yang ketat sangat penting untuk mengurangi dampak penyakit ini terhadap kesehatan dan ekonomi.
Sebagai kesimpulan, temuan dari penelitian ini tidak hanya memberikan gambaran tentang prevalensi brucellosis di Indonesia tetapi juga menekankan keterkaitan antara kesehatan dan produktivitas ekonomi. Mengatasi brucellosis bukan hanya masalah kesehatan; ini adalah komponen vital dari pemberdayaan ekonomi dan ketahanan pangan. Komitmen untuk mengendalikan penyakit ini pada akhirnya akan berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat dan keberlanjutan sektor pertanian di Indonesia